Komisi VII DPR Minta Pemerintah Tolak Pengeboran Lapindo

26-01-2016 / KOMISI VII

PT. Lapindo Berantas berencana akan  mengekplorasi sumur minyak dan gas (migas) di Tanggulangin 1 (TGA-1), Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo pada Maret 2016 ini. Hal tersebut menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan terutama korban lumpur atas bencana yang terjadi pada tahun 2006 lalu.

Tidak hanya masyarakat, Komisi VII DPR RI dengan keras menolak rencana tersebut dan minta pemerintah menghentikan rencana pengeboran tersebut, pasalnya kalangan politisi tidak mau bencana lumpur lapindo kedua terjadi.

Penolakan tersebut disampaikan saat Rapat Kerja Komisi VII DPR dengan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said dipimpin Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu Senin (25/1/2016), dimulai dengan Anggota Komisi VII DPR dari F-Hanura Inas Nasrullah Zubir.

“Pak Menteri sebagaimana kita pahami kantung lumpur luasnya adalah radius 3Km dari   pusat semburan dengan kedalaman 2.000 Km akan dibor kembali di Tanggulangin yang jaraknya antara 2 sampai 2,5 Km dari pusat semburan,  menurut Pak Widodo itu berpotensi untuk terjadinya bencana kedua,” kata Inas di Gedung DPR RI, Jakarta.

Pada kesempatan itu, Inas juga menginformasikan bahwa  saat media tv menanyakan hal tersebut pada PT Lapindo Berantas, bagaimana jika terjadi bencana kembali, Lapindo menyatakan akan bertanggungjawab. Inas menyangsikan hal ini, pasalnya pada bencana lalu saja Lapindo tidak bertanggungjawab.

Inas juga menyayangkan,  SKK Migas telah mengeluarkan WP&B (Work Program and Budget)  dan  Pemerintah Daerah telah mengeluarkan ijin UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan). “WP&B ini hanya dari segi komesial saja Pak,” tutur Inas.

Dan yang aneh menurutnya, ijin teknisnya dari Kementerian ESDM baru keluar belakangan. Seharusnya ijin teknis keluar terlebih dahulu. “Menurut saya ini logikanya terbalik, ijin teknis harus keluar terlebih dahulu sebelum ijin yang lain. Ijin teknis memungkinkan atau tidak. Saya tidak tahu di teknis atau di lingkungan bahwa itu akan menimbulkan bencana atau tidak. Jangan tiba-tiba ijin komersial sudah keluar, UKL-UPLnya keluar, ijin teknisnya belakangan. Jangan sampai terulang kembali masalah Lapindo ini,” paparnya.

Anggota Komisi VII dari F-Gerindra Harry Poernomo melihat pemerintah ragu pada  beberapa elemen pemerintah, apakah itu Pemerintah Daerah atau SKK Migas yang telah mengeluarkan ijin. Ia  minta pemerintah realistis dan tegas walaupun sikap tersebut akan membawa resiko komersial bagi pemerintah.

“Kalau memang pemerintah berniat  melindungi masyarakat setempat atau sekitar dan melihat potensi bahaya, batalkan saja kontrak ini. Artinya Blok Berantas ini kontraknya Ten Minute, tentunya  investor  akan complain kepada pemerintah, bayar, selesai,” tegas Harry.

Sementara, Anggota Komisi VII dari F-PP Joko Purwanto menyatakan   patahan yang timbul tidak pernah bias diduga. Artinya situasi keberadaan dari yang ada itu tidak pernah bias kita duga.

“Di Tv muncul banyak dari sumur-sumur masyarakat yang menyembur lumpur. Artinya saya sepakat dengan Pak Menteri tapi harus konsisten, bahwa kami dari Fraksi Persatian Pembangunan minta kepada pemerintah khusus untuk menghentikan daripada proses pengeboran. Karena pengeboran dilakukan oleh pihak swastanya. Saya lebih cenderung kalua swastany punya duit, ganti dong masyarakatnya”, papar Joko.

Ia juga meminta ijin pada Menteri ESDM untuk melakukan investigasi, pada saat kunjungan spesifik Komisi VII ke Sidoarjo,  Lapindo menjelaskan ternyata pada saat semburan lumpur itu keluar Lapindo masih menghasilkan gas dan gas tersebut dijual, artinya Lapindo menerima revenue.

“Sementara pemerintah menganggap ini bencana nasional, yang akhirnya dikeluarkanlah APBN. Uang yang dari Lapindo kemana Pak, padahal masyarakatnya belum selesai,” tegasnya.

Senada dengan Anggota Komisi VII, dari meja pimpinan, Wakil Ketua Komisi VII Saikhul Islam Ali menyatakan  bencana yang terjadi di 2006 lalu menimbulkan trauma yang dalam bagi masyarakat yang terkena dampak maupun tidak.

“Ini adalah aspirasi masyarakat Tanggul Angin, Sidoarjo yang tidak mau bencana ini terulang, maka dari itu kami minta Menteri tidak cukup dengan melakukan evaluasi tapi hentikan atas nama kemanusiaan,” tegas Saikhul.

Masyarakat yang menolak, lanjutnya, minta pemerintah untuk memberikan pengertian kepada PT Lapindo Berantas untuk tidak melakukan pengeboran disana. (sc)/foto:runi/parle/hr.

 

 

 

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...